Global.com,Makassar — Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Tipikor) Kejaksaan Negeri Wajo telah menetapkan seorang tersangka dan melakukan penahanan terhadapnya atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jaringan irigasi D.I. Gilireng di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Tersangka yang telah ditetapkan adalah SH, yang menjabat sebagai Kepala Desa Sakkoli pada tahun 2021. Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka dari Kepala Kejaksaan Negeri Wajo Nomor 2019/P.4.19/Fd.1/10/2023 tanggal 3 Oktober 2023, penyidik telah mengumpulkan cukup bukti untuk menetapkan SH sebagai tersangka.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Perintah Penahanan dari Kepala Kejaksaan Negeri Wajo Nomor Print-01/P.4.19/Fd.1/10/2023 tanggal 3 Oktober 2023, SH ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Sengkang Kabupaten Wajo, mulai dari tanggal 3 Oktober 2023 hingga 2 November 2023.
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh SH terkait dengan penerimaan ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jaringan irigasi D.I. Gilireng di Desa Sakkoli, Kecamatan Sajoanging, Kabupaten Wajo tahun anggaran 2021. Sebanyak 4 bidang tanah yang merupakan barang milik pemerintah daerah diduga telah diterima oleh SH secara melawan hukum.
Total kerugian negara akibat perbuatan tersebut diperkirakan mencapai Rp. 754.455.200,00. Keempat bidang tanah tersebut terdiri dari tanah milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten Wajo.
SH akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, SH juga dapat dikenakan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, SH juga dapat dikenai Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai tindak pidana subsidair.
Pihak penyidik akan terus melakukan penyelidikan dan pengumpulan bukti untuk mengungkap kebenaran dan melanjutkan proses hukum terhadap kasus tindak pidana korupsi ini. Hal ini dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi dan agar pemilik tanah yang berhak mendapatkan ganti rugi yang seharusnya.(*)
Tinggalkan Balasan