Makassar, Global.com – Kasus mafia tanah yang melibatkan sejumlah pejabat dan anggota masyarakat terkait pembayaran ganti rugi lahan untuk proyek pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021 berlanjut dengan ketidakpuasan terhadap putusan hakim.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, pada Jumat, 26 Juli 2024, menjatuhkan vonis yang dianggap ringan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang memutuskan untuk mengajukan banding.
Kasus ini melibatkan enam terdakwa yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait pembayaran ganti rugi lahan proyek strategis nasional.
Berikut adalah rincian putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim:
Andi Akhyar Anwar, Ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Sebelumnya, jaksa menuntutnya dengan pidana penjara 16 tahun dan denda Rp500 juta, serta uang pengganti Rp9.762.457.651.
Jumadi Kadere, Kepala Desa Arajang, dihukum 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Jaksa sebelumnya menuntutnya dengan pidana penjara 10 tahun, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp2.920.846.584.
Andi Jusman, Kepala Desa Pasellorang, dijatuhi hukuman yang sama dengan Jumadi Kadere: 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Jaksa menuntutnya dengan pidana penjara 10 tahun, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp2.667.471.633.
Ansar, anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat, menerima vonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Jaksa menuntutnya dengan pidana penjara 6 tahun, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp1.830.071.316.
Nursiding, anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat, juga dijatuhi hukuman 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Jaksa menuntutnya dengan pidana penjara 6 tahun, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp1.464.861.765.
Nundu, anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat, mendapat vonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan biaya perkara Rp5.000. Jaksa menuntutnya dengan pidana penjara 6 tahun, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp3.472.613.125.
Menurut Soetarmi, SH.MH., Kasi Penkum Kejati Sulsel, kasus ini bermula dari pengeluaran kawasan hutan untuk proyek Bendungan Paselloreng.
Para terdakwa memanipulasi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) dan dokumen terkait lainnya untuk mengklaim lahan yang sebenarnya adalah kawasan hutan. Akibat perbuatan ini, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp75.638.790.623, sebagaimana dinyatakan dalam laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan.
Putusan hakim ini memicu reaksi keras dari Jaksa Penuntut Umum yang menilai vonis yang dijatuhkan jauh dari tuntutan yang diusulkan.
Dalam upaya untuk menegakkan hukum dan keadilan, pihak kejaksaan menyatakan akan mengajukan banding atas keputusan tersebut pada Senin, 29 Juli 2024.
Kasus ini menarik perhatian publik dan menjadi sorotan karena melibatkan korupsi dalam proyek strategis nasional yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Dengan langkah banding ini, diharapkan ada langkah hukum yang lebih tegas untuk memastikan pelaku kejahatan ini mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka.(*)
Tinggalkan Balasan