Sidrap, Global.com — Sore itu, Kamis, 17 Oktober 2024, di salah satu rumah warga, di Dusun Bolaeppae, sebuah cerita baru dimulai.
Muh Yusuf Dollah—akrab dipanggil Dony—memasuki ruang tamu dengan langkah pasti, menyapa warganya dengan senyuman yang tak pernah lekang. Warga sudah menunggu, menantikan sosok yang mereka kenal baik, bukan hanya sebagai calon bupati, tetapi juga sebagai sahabat.
“Assalamu’alaikum,” sapa Dony, dengan suara hangat yang mampu menembus rasa bosan. Kamis, 17 Oktober 2024, hari itu menjadi saksi pertemuan yang lebih dari sekadar sosialisasi.
Di hadapan warga Kelurahan Uluale, Kecamatan Watang Pulu, Dony memperkenalkan dirinya lagi—kali ini, sebagai calon bupati yang membawa mimpi bersama, dengan program yang ia sebut sebagai jalan menuju kesejahteraan. Bersama Muh Datariansyah, ia menyebut programnya “DOATA”. Sebuah doa yang ingin mereka jadikan kenyataan.
Dony tak berlama-lama. Waktu, seperti listrik 450 KWH yang ingin ia gratiskan, harus dihemat. Ia langsung menyampaikan satu persatu program unggulan DOATA. Dimulai dari hal sederhana, tapi menyentuh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi warga miskin.
Di Sidrap yang sebagian besar masih hidup dari tanah, ini bukan sekadar pajak. Ini adalah beban yang digendong di pundak mereka setiap tahun. Dony berjanji, pajak untuk warga dengan nilai objek di bawah Rp 50.000 akan ditanggung pemerintah.
“Biar kami yang bayar, bukan kalian,” katanya sambil tersenyum. Warga terdiam, tapi dalam hati mereka tersenyum, lega.
Listrik pun tak luput dari perhatian DOATA. Mereka paham, gelap di malam hari bukan pilihan, tapi kenyataan yang dialami sebagian warga.
Dony berjanji, bagi yang menggunakan listrik 450 hingga 900 KWH, pemerintah akan menanggungnya. “Tidak perlu lagi pusing soal tagihan listrik. Cukup fokus pada kebutuhan keluarga,” katanya. Listrik yang menyala, harapan yang hidup.
Namun, yang paling menyentuh hati mungkin adalah program 1.000 Bedah Rumah. Setiap tahunnya, seribu rumah akan direnovasi.
Tidak layak huni? Itu cerita lama. Dony ingin membawa masyarakat Sidrap ke masa depan yang lebih cerah. “Tempat tinggal harus layak, karena di situlah cerita kehidupan dimulai,” tuturnya.
Ia juga memaparkan soal pengobatan gratis dan layanan antar jemput bagi orang sakit. Bagi Dony, kesehatan adalah hak, bukan barang mewah. Sakit bukanlah beban yang harus ditanggung sendirian, dan mereka yang membutuhkan akan dijemput, dirawat, dan dikembalikan ke rumah dengan selamat—semua tanpa biaya. “Jangan khawatir soal ongkos. Kami yang akan urus,” ucapnya.
Dony kemudian berbicara soal pendidikan, tentang anak-anak yang sering kali berhenti sekolah karena hal sederhana: seragam sekolah. “Untuk anak TK, SD, dan SMP dari keluarga kurang mampu, seragam sekolah akan kami berikan secara gratis,” janjinya. Seperti seragam itu, harapan pendidikan akan menyelimuti mereka dengan penuh kasih.
Tak lupa, Dony menekankan soal infrastruktur jalan dan jembatan. Setiap kecamatan akan mendapat alokasi Rp 5 miliar per tahun. Jalan yang baik, jembatan yang kokoh, akan mempermudah mobilitas.
“Karena jalan yang rusak bukan hanya menyulitkan perjalanan, tapi juga menyulitkan hidup,” ungkapnya, lagi-lagi dengan sederhana, tapi langsung ke sasaran.
Terakhir, ia bicara soal mereka yang selalu berdiri di garis depan spiritual masyarakat: imam, pegawai syara, dan guru mengaji. Mereka tak hanya membimbing di masjid, tapi juga di rumah-rumah warga.
“Kesejahteraan mereka harus diperhatikan,” kata Dony. Mereka akan mendapatkan tunjangan, sebagai penghargaan atas pengabdian mereka. “Jangan biarkan mereka bekerja dalam sunyi tanpa dukungan,” pesannya.
Dony menutup dengan harapan. Ia tak minta banyak, hanya doa dan dukungan. Karena, katanya, dengan doa, semuanya akan mungkin.
Warga yang hadir tidak langsung berbicara. Namun, mata mereka berbicara banyak. Mereka tahu, di tangan Dony dan DOATA, ada secercah harapan baru yang akan menerangi Sidrap.(*)
Tinggalkan Balasan