Bone, Global.com — Pagi itu, Wisma Bulogading seperti mendadak sunyi. Di Jalan Ahmad Yani, Bone, waktu serasa berhenti. Adri, lelaki 26 tahun, ditemukan tak bernyawa. Di sampingnya, Nursyamsi, perempuan 22 tahun. Keduanya seolah sudah tak lagi dikejar waktu.
Pukul 08:15 WITA, Senin, 21 Oktober 2024, ketukan pelan di kantor polisi menggema lebih nyaring dari biasanya. “Ada mayat,” begitu kira-kira yang diterima unit piket Satreskrim Polres Bone. Laporan yang membuat mata pagi tiba-tiba jadi kelam.
Kapolres Bone, AKBP Erwin Syah, melalui Kasat Reskrim Polres Bone AKP Yusriadi Yusuf, menjelaskan langkah cepat mereka. Tim Inafis bergerak. Olah TKP dilakukan. Jasad Adri diidentifikasi, kemudian dievakuasi ke RSUD Tenriawaru. Namun, tak ada yang bisa menebak nasib. Adri, yang berasal dari Kecamatan Cenrana, berniat pulang kampung usai bekerja di Morowali. Satu malam singgah, Sabtu sore, menginap di wisma itu. Siapa sangka, malam itu adalah malam terakhirnya.
Pagi setelah sarapan, Nursyamsi, sang teman wanita, meninggalkan Adri sebentar ke kamar kecil. Ketika kembali, Adri tergeletak. Kejang-kejang, tubuhnya menghitam. Panik, Nursyamsi berteriak minta tolong, tapi sepertinya alam sudah lebih dulu menyentuh Adri. Pertolongan warga hanya menjadi saksi, hidup kadang tak menunggu.
“Teman wanitanya sudah diamankan,” tambah Yusriadi. Pemeriksaan intensif. Penyebab kematian masih misteri, tersimpan dalam diam tubuh yang sudah tak lagi bicara. Kematian seperti teka-teki, kadang datang tanpa mengetuk.(*)
Tinggalkan Balasan