Enrekang, Global.com — Ada yang lain di Pana hari itu. Bukan sekadar asap, bukan pula hanya debu. Ada seorang pemimpin yang datang, bukan hanya membawa bantuan, tapi juga membawa harapan. 

Ia bernama Marwan Mansyur, Penjabat Bupati Enrekang. Bersama istrinya, Rahmawati, Ketua TP-PKK, mereka hadir di tengah bara yang mulai padam.

Kamis, (26/10), Marwan datang dengan rombongan. Ada pejabat, ada aparat desa, ada perwakilan dari Baznas. 

Tapi, yang lebih penting adalah simpati yang ia bawa. Empati yang terucap dalam kata, dan tersampaikan dalam aksi.

Di bawah langit yang kelabu pasca kebakaran, Marwan bicara. Bukan orasi. Bukan sekadar kata-kata basa-basi. 

“Kita harus belajar dari ini,” katanya lirih. “Bukan hanya soal menanggulangi, tapi soal saling menjaga. Ini pelajaran bagi kita semua.”

Kebakaran di Desa Pana, Senin (21/10) lalu, menghanguskan lima rumah, memaksa 166 keluarga mengungsi, membuat 46 jiwa kehilangan tempat yang mereka sebut rumah. 

Kebakaran yang diduga akibat korsleting listrik itu menyisakan abu, puing, dan duka. Namun, di tengah duka itu, Marwan membawa harapan, ajakan untuk saling membantu, saling menopang.

“Bukan bantuan yang jadi sorotan. Tapi rasa kebersamaan, gotong-royong yang jadi kekuatan kita,” ujarnya. 

Pemda Enrekang memberikan bantuan logistik, sementara Baznas menyalurkan dana Rp56 juta. Di sisi lain, dari pelajar hingga masyarakat biasa, mereka bahu-membahu. Seakan ingin bilang: ini musibah kita bersama.

Kebakaran di Pana ini mungkin hanya satu dari banyak kisah duka. Tapi di balik setiap musibah, ada cerita tentang kekuatan yang lahir dari empati, tentang harapan yang menyala dari kegelapan. 

Marwan tahu itu. Dan itulah yang ia sampaikan. Sebuah ajakan, sebuah harapan. Di Pana, bukan hanya puing yang tersisa. Ada rasa kebersamaan yang kembali menyala.(*)

Dapatkan berita terbaru di Global Katasulsel.com