Global.com, Jakarta — Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, kian mengerucut. Pada sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Joko Hermawan, mengungkapkan amar tuntutan yang mengejutkan publik.

Andhi Pramono didakwa menerima gratifikasi senilai Rp58,9 miliar selama periode 2012 hingga 2023. Tuntutan pidana yang dihadapi sangat berat, yakni 10 tahun 3 bulan penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.

Joko Hermawan menjelaskan bahwa ada tiga poin berat dalam tuntutan terhadap Andhi Pramono. Pertama, Andhi dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam membersihkan birokrasi dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kedua, perbuatannya dinilai merusak kepercayaan masyarakat terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dan ketiga, Andhi disebut tidak mengakui perbuatannya.

Tak hanya itu, Jaksa KPK juga mengungkapkan bahwa Andhi diduga menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang asing, termasuk US$264.500 dan Sin$409.000. Total gratifikasi yang diakumulasikan mencapai angka fantastis, yakni Rp58.974.116.189.

Meski Andhi Pramono terlihat bersikap sopan selama persidangan, hal itu tidak menyelamatkannya dari tuntutan hukuman berat. Dia diperintahkan untuk tetap berada dalam tahanan, sementara masa penahanannya akan diperhitungkan dalam menjalani pidana penjara.

Andhi Pramono, yang sebelumnya menjabat di berbagai posisi penting dalam Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kini harus menghadapi konsekuensi dari perbuatannya. Dia didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sidang lanjutan akan segera digelar untuk mengambil keputusan akhir terhadap Andhi Pramono. Sementara itu, masyarakat menantikan bagaimana hukum akan ditegakkan dalam kasus ini sebagai upaya memperbaiki citra penegakan hukum di Indonesia. (*)

Dapatkan berita terbaru di Global Katasulsel.com