Jakarta, Global.com – Drama di tubuh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DKI Jakarta kian memanas pasca lengsernya kepengurusan lama yang dipimpin Aripudin, Slamet Manalu, dan Novi Anti Tasari. Polemik ini menjadi sorotan setelah muncul kontroversi terkait proses pergantian kepemimpinan yang dianggap sarat kejanggalan.
Aripudin, Ketua DPW yang digantikan, tegas membantah tuduhan ketidakaktifan selama enam bulan terakhir. Menurutnya, pihaknya justru sibuk memproses audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta, Pangdam Jaya, dan Kapolda Metro Jaya.
“Kami sedang bekerja keras. Tuduhan itu tidak berdasar,” kata Aripudin, Jumat (15/11/2024) malam.
Namun, langkah ini terganjal. Surat audiensi mereka dianggap tidak sah karena hanya ditandatangani oleh Ketua DPP AWDI tanpa persetujuan Sekjen. Ini menjadi pemicu beragam asumsi di internal organisasi.
Puncak polemik terjadi pada 26 Oktober 2024. Dalam sebuah musyawarah kerja di sebuah kafe di Jakarta Timur, kepengurusan baru tiba-tiba ditetapkan. Arifin diumumkan sebagai Ketua DPW menggantikan Aripudin.
“Prosesnya sepihak. Tidak ada komunikasi yang baik,” ungkap Aripudin kecewa.
Reaksi keras dari pengurus lama pun muncul. Mereka memilih mundur massal dan resmi menutup kantor sekretariat DPW AWDI DKI Jakarta pada 9 November 2024. Langkah ini menjadi sinyal serius bahwa konflik internal semakin meruncing.
Keberlanjutan organisasi kini di ujung tanduk. Banyak pihak menilai langkah-langkah yang diambil terkesan terburu-buru dan tanpa landasan kuat. Publik menanti solusi yang adil agar integritas AWDI tetap terjaga.
AWDI DKI Jakarta, Quo Vadis?
Seiring dengan polemik yang mencuat, pertanyaan besar menggantung: ke mana arah organisasi ini ke depan? Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari DPP AWDI terkait polemik yang terus menggelinding seperti bola panas.
Drama ini bukan sekadar tentang pergantian kepengurusan, melainkan juga soal transparansi, integritas, dan masa depan AWDI sebagai organisasi wartawan demokrasi. (Wahyu)
Tinggalkan Balasan