Nasib seseorang tidak ada yang tahu. Semua menjadi rahasia Allah SWT. Lin Shu-hong misalnya, dulu ia sangat miskin, kini menjelma jadi “raja plastik” yang disegani oleh dunia.

Laporan: Edy Basri, SH

Awalnya dia bukanlah siapa-siapa. Ia hanya dikenal sebagai sosok yang sederhana, pengusaha modal receh. Namun itulah nasib.

Tak ada yang bisa menebaknya, ia kini telah menjelma menjadi seorang pengusaha kaya raya yang titik starnya hanya bermodalkan NT$1.500 atau sekitar US$50 pada tahun 1949, Lin Shu-hong, yang kini dikenal sebagai “raja plastik”, telah berhasil menjadikan dirinya sebagai salah satu konglomerat sukses di industri petrokimia. Forbes mencatat total kekayaan Lin mencapai US$6,4 miliar atau setara Rp102 triliun per 1 November 2023, menempatkan Lin pada peringkat ke-394 orang terkaya di dunia dan ke-3 di Taiwan.

Lin, yang lahir di Taipei pada 1 Agustus 1928, adalah lulusan dari Taipan Industrial College (sekarang bernama Universitas Teknologi Nasional Taipei). Setelah menyelesaikan wajib militer pada 1945, Lin bersama dengan Liao Ming-Kun dan Tseng Shin-Yi, mendirikan pabrik plastik “Chang Chun”.

Nama “Chang Chun” dalam bahasa China berarti “musim semi yang panjang”, mencerminkan keinginan ketiganya untuk menjalin ikatan bisnis yang langgeng. Modal awal mereka hanyalah NT$1.500, hasil dari penjualan sepeda. Dengan modal tersebut, mereka mendirikan perusahaan yang berfokus pada penelitian dan pengembangan.

Selama enam dekade, ketiganya bekerja bersama-sama untuk membesarkan Chang Chun Group. Seiring berjalannya waktu, Chang Chun memanfaatkan penelitian dan pengembangan untuk memperkuat status internasional produk petrokimianya.

Pada tahun 1964, setelah 15 tahun berdiri, manajemen perusahaan memutuskan untuk melakukan ekspansi ke industri petrokimia dengan mendirikan Chang Chun Petrochemical. Kemudian, pada tahun 1979, perusahaan mendirikan Dairen Chemical Corporation sebagai lini bisnis kimia lainnya.

Salah satu kunci dari kesuksesan Chang Chun Group adalah peran penting divisi riset dan pengembangan (R&D). Setiap tahunnya, perusahaan ini mengirimkan puluhan tim riset untuk menghadiri pameran industri kimia tahunan di Tokyo, Jepang.

Lin yang sangat berperan dalam mendorong R&D perusahaan, bahkan sempat dijuluki sebagai “Thomas Alva Edison” industri petrokimia oleh majalah Commonwealth Magazine (CW) pada 1990.

Saat ini, Chang Chun Group memiliki 35 anak perusahaan yang tersebar di Asia, Eropa, dan AS. Pada tahun 2022, total pendapatan Chang Chun Group dilaporkan mencapai NT$181 miliar.

Lin memimpin Chang Chun Group hingga 2013. Setelah Liao dan Tseng meninggal pada 1999 dan 2016, Lin menjadi satu-satunya pendiri Chang Chun Group yang masih hidup. Keturunan dari ketiga keluarga pendiri masih terlibat di bisnis tersebut.(*)

Dapatkan berita terbaru di Global Katasulsel.com